Sunday, December 23, 2012


Penyakit TBC

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

Penyebab Penyakit TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Cara Penularan Penyakit TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum

  • Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
  • Penurunan nafsu makan dan berat badan.
  • Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
  • Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus

  • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
  • Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
  • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
  • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan � 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
  • Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
  • Pemeriksaan fisik.
  • Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
  • Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
  • Rontgen dada (thorax photo).
  • Uji tuberkulin.

TB paru-paru


TBC Paru


TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Basil Mycobacterium Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. Penularannya melalui udara apabila orang yang menderita TBC dalam paru-paru atau tenggorokan batuk, bersin atau berbicara sehingga kuman/basil dilepaskan ke udara. Kuman/basil dapat bertahan beberapa jam dalam suhu kamar/lingkungan rumah, maka jika ada orang disekitar penderita maka kuman/basil akan mudah menular ke semua orang disekitarnya/yang kontak dengan penderita. Kebanyakan orang mendapat/tertular kuman TBC adalah orang yang sering berada di dekat penderita, seperti anggota keluarga, teman atau rekan kerja. Karena orang yang terdekat dan paling sering kontak/berkomunikasi dengan penderita adalah keluarganya, maka orang mengetahui dan menduga penyakit TBC adalah penyakit keturunan dan sulit untuk disembuhkan. Sehingga perlu adanya pemahaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penderita dan keluarga untuk mencegah penularan/penyebaran penyakit.
Meskipun penderita tinggal di lingkungan yang kurang sehat dan kondisi sosial ekonomi yang kurang mendukung diharapkan penderita dan orang-orang yang ada disekitarnya/keluarga melaksanakan perilaku hidup sehat/tindakan-tindakan pencegahan dengan benar sesuai anjuran/arahan petugas puskesmas  dalam upaya menekan semakin meningkatnya angka kesakitan dan kematian yang disebabkan TBC Paru di masyarakat. Misalnya dengan cara penemuan kasus secara dini dengan mengenal tanda dan gejala TBC, minum obat secara teratur, menutup mulut waktu bersin/batuk, tidak meludah disembarang tempat, menjemur tempat tidur penderita, meningkatkan ventilasi dan pencahayaan rumah penderita (membuka pintu dan jendela terutama saat pagi, pemasangan genteng kaca karena kuman TBC akan mati jika terpapar sinar matahari/sinar ultra violet) dan memisahkan alat-alat yang telah digunakan penderita karena kemungkinan sudah terkena basil TBC yang dapat menular pada orang lain serta menerapkan pola hidup sehat dalam masyarakat dengan mengkonsumsi makanan bergizi.
Riskesda (2008:105) prevalensi TB paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya usia dan prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TB Paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan tiga kali lebih di pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan di pendidikan tinggi. Dalam Gerdunas-TBC, (2002c: 3) Penularan TBC akan lebih mudah terjadi jika terdapat dalam situasi hunian padat (overcrowding) , sosial ekonomi yang tidak menguntungkan (social deprivation), lingkungan pekerjaan dan perilaku hidup tidak sehat dalam masyarakat. Depkes RI, (2008: 5). Yang beresiko tertular TBC Paru diantaranya orang-orang yang kontak fisik secara dekat dengan penderita, orang-orang tua, anak-anak, orang-orang bertaraf hidup rendah dan memiliki akses rendah terhadap fasilitas kesehatan serta orang-orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan tubuhnya. Faktor  yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi ( Annual Risk of Tuberculosis Infection =ARTI ) antara 1-3%  dan 50 persennya dengan BTA positif.
Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya (Depkes IDAI, 2008: 12). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan, juga peralatan yang terkontaminasi kuman TBC. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat, adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung. Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam. Matinya juga sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan bagi obat-obatan yang ada untuk membunuh seluruh bakteri. Dengan pengobatan TBC  yang lama dan  perlu adanya ketelatenan dari penderita untuk tetap teratur mengkonsumsi obat yang diberikan (Obat Anti Tuberkulosis/OAT). Kuman TBC hanya dapat dibasmi dengan obat-obatan (program DOTS yang memerlukan Pengawas Minum Obat/PMO untuk mengawasi/mengingatkan penderita minum obat) yang disertai makan makanan bergizi serta pola hidup sehat. Sehingga selama terapi perlu adanya pemahaman bahwa masih ada kemungkinan terjadi penularan pada orang disekitarnya/khususnya keluarga jika tidak dilakukan tindakan pencegahan penularannya baik oleh penderita maupun orang disekitarnya khususnya keluarga untuk mendukung terlaksananya program terapi. Depkes (2008: 3) Sekitar 75% Pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika dia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Depkes (2008: v) Kerugian yang diakibatkan sangat besar, bukan hanya aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan dan kelemahan akibat TB.